Pemerintah berencana menaikan harga BBM. Berbagai pihak beragumentasi, soal pro-kontra kebijakan sensitif ini. Nah, buat melengkapi argumen tentang kebijakan ini, salahsatunya dari dosen saya, yaitu pak Arief Anshory. Beliau selain mengajar, juga peneliti di Unpad. Data ini didapat dari chatting beliau dengan teman saya, tentu dengan berbagai perubahan tanpa maksud merubah apa yang dimaksud.
Berikut pandangan beliau menanggapi argumentasi yang menolak subsidi BBM dialihkan:
Berikut pandangan beliau menanggapi argumentasi yang menolak subsidi BBM dialihkan:
Berdasarkan
logika deduksi yang salah.
Ada 2 kezaliman A dan B.
A = subsisi BBM karena tidak
adil. B = lainnya: pengelolaan APBN, energi management, korupsi, tax evasion.
Kemudian disimpulkan. Karena A
jelek, pemerintah sebaiknya buang B.
Tidak begitu. dua-duanya A dan
B itu zalim.
Mari
sama-sama kita buang. dan A dan B itu tidak terkait langsung. yang satu BBM
tidak adil, yang satu kezaliman yang lain. Artinya kalau kita fokus membuang
kezalimang B, kemudian A dibiarkan maka kita membiarkan kezaliman.
Usulan
mereka membatasi konsumsi BBM orang-kaya itu bagus saja.
tetapi tidak implementable tidak mungkin dilakukan tanpa menyesuaikan harga
kecuali birokrasi kita sekuat negara komunis seperti China. Sementara kita
negara berdasarkan mekanisme harga.
Indonesia negara besar,
penduduk banyak, luas wilayah besar, kepulauan. Tidak mungkin mengontrol
konsumsi BBM. Harga hanya satu-satunya instrumen penyesuaian.
BLSM tidak efektif mengurangi kemiskinan? memang iya. Tujuannya bukan mengurangi kemiskinan tapi
secara sementara meredam dampak inflasi agar yang miskin dpt bertahan. Kalau
mengurangi kemiskinan ada program-program bukan sementara yang lain PKH,
RASKIN, BSM, PKPM dan banyak lagi. Jadi kaya mengkritik mahasiswa karena tidak
bisa mengajar. Memang mahasiswa fungsinya bukan mengajar, dosen iya.
Pengurangan subsidi BBM mengurangi pertumbuhan ekonomi. Bohong. Simulasi Reforminer nggak jelas. Tidak masuk akal.
Justru kalau subsidi BBM dikurangi dan dialokasikan ke pengeluaran yang lain
ada multiplier efek. Saya yakin simulasi yang dilakukian reforminer hanya
simulasi mengurangi subsidi BBM, tanpa mengalokasikannya kembali ke
perekonomian. Seharusnya simulasi dilakukan secara bersama-sama, mengurangi
subsidi dan mengalokasikannya seratus% ke pengeluaran lain. Dengan ini GDP
tidak akan turun.
BLSM tidak efektif karena
targetnya hanya orang miskin saja yang hampir miskin tidak. Kurang banyak baca
yang nulisnya. Target BLSM itu 15,5 juta rumah tangga. Sementara orang miskin
itu 28 juta orang dibagi 4 berarti 7 juta rumah tangga. Maka bukan hanya RT
miskin saja yang dikasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar