Jumat, 12 September 2014

Indonesia dan globalisasi

Maraknya pemberitaan ACFTA setahun terakhir membuat dipandang dengan berbagai sikap. Ada yang memandangnya sebagai ancaman, ada juga yang memandangnya sebagai tantangan, bahkan kesempatan. Namun dengan adanya kesepakatan pasar bebas antar negara membuat masyarakat Indonesia makin sadar bahwa dunia global sudah didepan mata.

Dunia yang kita lihat melalui globe adalah sebuah bola tidak bundar sempurna, dipenuhi oleh lautan berwarna biru diisi beragam pulau atau benua yang dihuni oleh manusia, pulau-pulau maupun benua itu dipisahkan oleh garis imajiner yang disepakati sebagai batas negara. Inilah dunia yang kita kenal melalui ratusan satelit yang berputar mengelilingi bumi. Batas-batas alami atau yang dibuat oleh manusia menantang jiwa-jiwa petualang untuk mencari tahu bahwa adanya dunia lain diluar sana.

Perdagangan, hasil keterbatas seorang manusia untuk memenihi kebutuhan hidup mendorong orang-orang untuk menjelajahi. Arkeologi menemukan makam manusia bersama seekor kuda, binatang pertama yang ditaklukan oleh manusia, berusia ribuan tahun dibenua asia tengah, membawa benda-benda yang tidak terdapat didaerah sekitar membuktikan bahwa penjelajahan sudah dimulai sejak ribuan tahun lalu. Bahan muminisasi didalam makam raja Mesir yang hanya ada di sebuah daerah kepulauan nusantara, Barus namanya masih bertahan hingga kini. Perkampungan Viking di Amerika Utara sebelum wabah emas “dunia baru” Cerita Marco Polo, seorang pedagang Itali yang menelusuri asal muasal benda-benda eksotis dari timur, berujung pada negara Cina, penyimpan rahasia ulat sutra dan kertas, dengan menelusuri Jalur Sutra. Lalu, memburuknya hubungan eropa dengan asia tengah membuat kerajaan Portugis dan Spanyol, yang bersaing satu sama lain, mengirimkan penjelajah, nama-namanya juga dikenal sebagai pembantai, bertemu di kepulauan Maluku, membuktikan tidak adanya monster laut dan air terjun di ujung dunia. Kaisar Cina mengirimkan armada Cheng Ho untuk berhubungan langsung dengan para mitra dagangnya. Tidak lupa Ibn Batuta yang dipercaya sebagai penjelajah pertama yang mengelilingi bumi sebelum penjelejahan “dunia baru”.

Indonesia bukanlah baru terhadap penjelajahan. Sebelum barus menjadi bahan untuk mumi, manusia Indonesia sudah sampai di Madagaskar membawa binatang dan tanaman lokal. Sriwijaya memiliki kekuasaan sampai Siam. Dan sumpah terkenal seorang mahapatih untuk tidak mengkonsumsi palapa untuk menyatukan nusantara. Sebelum Gajah Mada, nusantara adalah kerajaan-kerajaan kecil tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Para raja dan pemimpin negara saling memperebutkan wilayah. Indonesia negara dengan wilayah tersebar di 17.508 pulau ditambah 3 mil laut dari garis pantai. Menyakinkan dunia bahwa Indonesia adalah sebuah wilayah kesatuan tidaklah mudah. Perjuangan panjang dikancah internasional akhirnya melahirkan UNCLOS yang sebelumnya dimulai dengan Deklarasi Djuanda 1957.

Visi tatanan dunia baru, menyatukan dunia dalam satu kesatuan terus meriak semenjak perang dunia berakhir. Konspirasi-konspirasi hanya mendengungkan pemanfaatan keserakahan atas keserakahan lainnya. Sebelum kata perikemanusiaan, Sukarno mengenjawatahkannya dalam draft dasar negara pada sidang BPUPKI dengan kata internasionalisme.

Globalisasi bukanlah hal yang baru. Isu ini sudah bergema sejak dahulu, terbentuknya PBB, LBB, lalu berita-berita yang disampaikan para utusan Tuhan, sampai nabi Adam adalah proses dan bukti bahwa masyarakat dunia adalah satu. Rakyat haruslah siap menghadapi dunia. Indonesia bisa menjadi mercusuar. Lalu, kaum intelektul, kelas masyarakat terdepan dalam informasi, pengetahuan, dan ilmu, yang membuatnya nyata.


Salam Bhineka Tunggal Ika!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar